Foto : Erwin

Jakarta, Media Indonesia Raya – Yayasan Hipertensi Paru Indonesia (YHPI), komunitas pasien, keluarga
dan dokter pemerhati Hipertensi Paru di Indonesia, mendorong Pemerintah untuk mengakselerasi layanan dan pengobatan bagi pasien Hipertensi Paru di Indonesia.

Layanan kesehatan ini meliputi fasilitas
pemeriksaan, perawatan, hingga pemenuhan kebutuhan obat-obatan yang luas, berkualitas dan
terjangkau.

Harapan kelompok pasien ini mengemuka dalam dialog antar para pemangku kepentingan bertajuk,
“Mewaspadai Hipertensi Paru dan Membuka Akses Pasien untuk Mendapatkan Layanan Kesehatan Berkualitas” yang diadakan di Jakarta hari ini. Dialog menghadirkan perwakilan pasien Hipertensi Paru, ahli Hipertensi Paru dari beberapa rumah sakit di Indonesia, perwakilan Kementrian Kesehatan, serta
media.

Penyakit Hipertensi Paru banyak dialami oleh anak-anak serta perempuan dari negara-negara
berkembang.

“Kendati jumlah angka dan data terkini untuk Indonesia belum tersedia, namun upaya penanganan semenjak dini diperlukan, selain demi kesehatan pasien itu sendiri, apabila ditangani, beban
negara dan masyarakat juga akan semakin besar bila Hipertensi Paru sudah berkomplikasi lebih lanjut”
ujar Indriani Ginoto, Ketua Umum YHPI.

Hipertensi Paru adalah suatu kondisi terjadinya tekanan darah tinggi di arteri pulmonalis/paru, membuat
jantung kanan bekerja ekstra keras dan dapat berakibat fatal dalam waktu cepat.

Tingkat kematian karena
Hipertensi Paru lebih tinggi dibandingkan kanker payudara dan kanker kolorektal.

Berdasarkan data yang dihimpun YHPI selama beberapa tahun terakhir, prevalensi Hipertensi Paru di
dunia adalah 1 pasien per 10.000 penduduk, artinya diperkirakan terdapat 25 ribu pasien Hipertensi Paru
di Indonesia. Sebanyak 80% pasien Hipertensi Paru tinggal di negara-negara berkembang dimana Hipertensi Paru sering dikaitkan dengan penyakit jantung bawaan, penyakit paru lainnya (seperti penyakit paru obstruktif kronis, PPOK), autoimun, pembekuan darah (emboli), dan sebagainya. Menurut catatan YHPI, Hipertensi Paru lebih sering diderita anak-anak hingga usia dewasa pertengahan, juga lebih sering
dialami perempuan dengan perbandingan 9:1, dengan mean survival sampai timbulnya gejala penyakit
sekitar 2-3 tahun.

“Sayangnya, penanganan Hipertensi Paru di Indonesia terkendala oleh berbagai faktor, termasuk belum
luasnya kesadaran terhadap bahaya penyakit Hipertensi Paru,” ungkap Indriani.

Di dunia, menurut
Indriani, saat ini terdapat sekitar 14 jenis molekul obat Hipertensi Paru dan baru tersedia 4 jenis di
Indonesia.

“Sisanya, masih harus difasilitasi oleh pasien sendiri. Itupun harganya perlu lebih terjangkau oleh mayoritas pasien,” ujar Indriani.

“Kami berharap akses atas obat-obatan penyakit hipertensi paru termasuk obat-obatan golongan sildenafil dengan dosis tertentu dapat dipercepat implementasinya,”
katanya.

Menurut Indriani, Pemerintah diharapkan dapat membantu para pasien Hipertensi Paru untuk segera memperoleh pengobatan terhadap penyakit ini.

“Peningkatan pemahaman dan kewaspadaan akan
Hipertensi Paru di kalangan masyarakat awam juga sangat diperlukan, agar penyakit ini dapat ditangani sedini mungkin sebelum berkembang menuju komplikasi lain yang bisa berakibat fatal,” ujar Indriani.(Erwin)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!