Foto : Erwin

Jakarta, Media Indonesia Raya – Pesatnya pembangunan pariwisata Labuan Bajo mendorong pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur gencar mewacanakan ide-ide untuk menata kembali kawasan taman nasional Komodo yang akan menjadi pariwisata bertaraf premium sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Implikasi dari proyek ambisius ini, Gubernur Nusa Tenggara Timur Victor Bungtilu Laiskodat mengeluarkan pernyataan bakal menutup pulau komodo selama satu tahun untuk melakukan konservasi demi mengembalikan keaslian habitat pulau komodo. Padahal, kewenangan penutupan pulau komodo itu menurut Ketua Umum Garda NTT, Yons Ebiet sendiri sesungguhnya ada di Kementerian Lingkungan Hidup. Dampak dari penutupan ini tentu saja mematikan pelaku-pelaku usaha pariwisata di kawasan tersebut. Lebih bahaya lagi, nasib warga yang bermukim di pulau komodo sekitar 2.000 orang terancam harus digusur secara paksa oleh pemerintah. Ini adalah bentuk-bentuk penindasan yang telah mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dan tentu saja melanggar prinsip-prinsip dasar Hak Azasi Manusia sebagaimana telah diatur dalam UUD 45.

“Hak Asasi Manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa sejak lahir, maka tidak seorang pun dapat mengambilnya atau melanggarnya,” kata Yons Ebiet kepada Media Indonesia Raya pada acara aksi Garda NTT di Badan Penghubung Pemerintah Provinsi NTT, Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 42, Tebet, Jakarta, Selatan, Jumat (2/8/2019).

Menurut Yons Ebiet negara harus menghargai anugerah ini dengan tidak membedakan manusia berdasarkan latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin, pekerjaan, budaya, dan lain-lain. Namun perlu diingat bahwa dengan hak asasi manusia bukan berarti dapat berbuat semena-mena, karena manusia juga harus menghormati hak asasi manusia lainnya.

“Ada 3 hak asasi manusia yang paling fundamental (pokok), yaitu :
a. Hak Hidup (life)
b. Hak Kebebasan (liberty)
c. Hak Memiliki (property)
Ketiga hak tersebut merupakan hak yang fundamental dalam kehidupan sehari-hari. Hak Azasi Manusia juga diatur dalam konvensi internasional yang menjamin hak-hak dasar setiap manusia yang juga telah diratifikasi Indonesia pada 25-Jul-1999 melalui Instrumen nasional: UU No. 29 Tahun 1999,” papar Yons Ebiet.

“Melalui prinsip-prinsip yang diterangkan diatas, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur berkewajiban mengedepankan prinsip kemanusiaan dan memperhatikan nasib sekitar 2.000 penghuni komodo yang tinggal disitu selama ratusan tahun. Dari data yang kami himpun; ada sekitar 500 kepala keluarga menghuni pulau komodo yang terbagi dalam 10 RT dan 5 RW,” imbuh Marlin Bato yang menjabat sebagai Sekjen Garda NTT, Marlin Bato.

Kawasan ini kata Marlin telah dihuni selama ratusan tahun lalu oleh masyarakat lokal. Bahkan makam-makam leluhur mereka tertanam di pulau ini. Mereka telah melekat dengan tradisi budayanya serta mempunyai hubungan historis dengan hewan komodo. Saat ini mereka benar-benar resah dengan wacana penutupan pulau komodo karena mereka terancam digusur atas nama sebuah kebijakan tanpa mendengar langsung aspirasi mereka. Hari ini mereka sedang berjuang mencari keadilan.

“Saat ini mereka benar-benar resah dengan wacana penutupan pulau komodo karena mereka terancam digusur atas nama sebuah kebijakan tanpa mendengar langsung aspirasi mereka. Hari ini mereka sedang berjuang mencari keadilan. Segala daya upaya telah dilakukan, hingga berdialog dengan pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Flores NTT. Tetapi negara tidak hadir bersama mereka. Oleh karenanya, Gerakan Patriot Muda Nusa Tenggara Timur (Garda NTT) akan terus berjuang bersama mereka,” pungkas Marlin.

Oleh karena persoalan diatas, berikut ini pernyataan sikap Garda NTT:

1. Menuntut Gubernur NTT agar mengklarifikasi kembali terkait isu penutupan pulau komodo.

2. Menuntut Kepala Badan Penghubung mempertemukan Masyarakat Pulau Komodo dengan Bapak Gubernur NTT.

3. Menuntut Pemerintah Jokowi-Jusuf Kala berpihak kepada nasib 2000 jiwa penduduk yang ada di Pulau Komodo.

4. Meminta Gubernur NTT membuka ke publik rancangan pembangunan dan Grand Desain pulau komodo termasuk sumber-sumber dana investasi yang masuk di pulau komodo.

5. Tidak menggusur 2000 jiwa penduduk pulau komodo

6. Mengkaji kembali dampak-dampak kemanusiaan akibat penggusuran.

7. Jaminan hidup dan masa depan masyarakat terdampak

Demikian kami sampaikan tuntutan kami.

Jakarta, 2 Agustus 2019

Garda NTT.(Win) 

By admin

9 thoughts on “Garda NTT Demo Victor Laiskodat Terkait Konservasi Taman Nasional Komodo”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!