Foto: Istimewa

Jakarta, Media Indonesia Raya – HIV/AIDS masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Data dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan jumlah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2019 mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2019 sebanyak 349.882 (60,7% dari estimasi odha tahun 2016 sebanyak 640.443). Selain masih terus meningkatnya kasus baru dan prevalensi yang masih tinggi dibanding negara lain, aspek psikososial juga masih merupakan momok yang menakutkan bagi ODHA sehingga hal ini menghambat upaya pengendalian di masyarakat.

Data dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan menunjukkan lebih dari 50% laki-laki dan perempuan mengalami stigma dan perlakuan diskriminasi terkait dengan status HIV-nya di 35% negara di dunia. Akibat dari adanya stigma dan diskriminasi, ODHA cenderung dikucilkan oleh keluarga, teman-temannya dan lingkungan yang lebih luas, termasuk di lingkungan kerja. Pada sisi lain mereka juga mengalami diskriminasi dalam pelayanan kesehatan, Pendidikan, jaminan pekerjaan, dan perlakuan sosial.

Penelitian juga membuktikan bahwa stigma dan diskriminasi mempengaruhi kehidupan ODHA dengan menimbulkan depresi dan kecemasan, rasa sedih, rasa bersalah, dan perasaan kurang bernilai. Selain itu stigma dapat menurunkan kualitas hidup, membatasi akses dan penggunaan layanan kesehatan, dan mengurangi kepatuhan terhadap antiretroviral (ARV).

Sesuai dengan protokol UNAIDS untuk Identification of Discrimination against People Living with HIV dan hasil beberapa studi di Asia Pasifik mengungkapkan bahwa masalah stigma dan diskriminasi lebih banyak nampak dalam praktek-praktek yang tidak mempunyai kebijakan atau peraturan tertulis dalam penangan pasien HIV/AIDS.

Padahal di Indonesia pemerintah melalui Kemenaker No 68 Tahun 2004 sudah menjamin larangan diskriminasi ODHA di tempat kerja, termasuk diantaranya pengusaha atau pengurus dilarang melakukan tes HIV untuk digunakan sebagai prasyarat suatu proses rekrutmen atau kelanjutan status pekerja/buruh atau kewajiban pemeriksaan kesehatan rutin.

Menurut Guru Besar Psikiatri dari FKUI, Prof. Dr. Tjhin Wiguna, stigma dan diskriminasi terutama terhadap ODHA salah satunya merupakan bentuk manifestasi dari kurang baiknya pengetahuan tentang HIV/AIDS.

“Bila dibiarkan berkelanjutan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA akan menjadi beban terhadap kesehatan mental ODHA sehingga mengganggu keberhasilan terapi ARV bahkan semakin mempersulit ODHA mencapai kualitas hidup yang baik,” katanya.

Tokoh Kesehatan Bangsa dan Menteri Kesehatan RI 2012-2014, Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH mengatakan bahwa peran media edukasi dan media massa sangat penting dalam upaya
menghapus stigma negatif dan diskriminasi ODHA di tanah air.

“Negara dan pemerintah harus hadir dan berperan dominan dalam mengurangi diskriminasi ODHA di masyarakat
termasuk di tempat kerja,” katanya.

Nafsiah mengatakan, saat ini populasi yang rentan terhadap HIV/AIDS semakin beragam, tidak saja mereka dengan perilaku seks berisiko tapi prevalensi ODHA pada orang muda dan ibu rumah tangga juga semakin tinggi. Menurut Nafsiah Mboi perlu dilakukan
perubahan beberapa regulasi dan peraturan pemerintah terkait edukasi dan advokasi HIV/AIDS di masyaraat dan tempat kerja.

“KepMenaker nomor 68 tahun 2004 saya usulkan harus segera diperbaharui, setelah 15 tahun peraturan ini harus dipertajam agar inisiatif pengendalian HIV/AIDS di tempat kerja juga dapat mempercepat tujuan 3 Zeros, yaitu Zero Discrimination, Zero HIV new Case, dan Zero AIDS related death. Peran organisasi yang didukung pemerintah harus lebih diperkuat melalui kampanye dan advokasi skala luas yang efektif,” ujar Nafsiah.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam juga menegaskan komitmen dari FKUI untuk turut mendukung upaya pemebrdayaan komunitas dalam mencegah penularan HIV/AIDS serta menghilangkan stigma dan diskriminasi ODHA, tentu saja dengan berbagai kajian dan inisiatif ilmiah.

Dalam momentum Hari AIDS Sedunia 2019 ini, ILUNI MKK FKUI melalui Public Lecture ini berkomitmen untuk bekerjasama dengan seluruh komponen bangsa dalam mengoptimalkan tujuan
nasional agar tidak ada stigma negative dan diskriminasi terhadap ODHA di tempat kerja. Sebagai wadah paguyuban atau tempat berkumpulnya pada Dokter Okupasi atau Kedokteran Kerja lulusan
FKUI, ILUNI MKK FKUI memiliki tanggungjawab moral untuk ikut memastikan agar peraturan anti
diskriminasi ODHA di tempat kerja dapat dimaksimalkna, serta promosi dan advokasi untuk menghentikan stigma dan diskriminasi ODHA di lingkungan kerja semakin optimal.(Win) 

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!