Foto: Istimewa

Jakarta, Media Indonesia Raya – Majelis Rakyat Papua (MRP) melakukan permohonan Uji Materiil ke Mahkamah Konstitusi terhadap UU Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua UU No. 21 Tahun 2021 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua kepada Mahkamah Konstitusi.

“Permohonan pengujian materiil ini, kami daftarkan pada hari ini, Rabu(30/8/2021) yang juga bertepatan dengan Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional,” ujar salah satu Tim Hukum dan Advokasi MRP Dr. S. Roy Rening, SH, MH kepada para wartawan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (30/8/2021).

Roy yang didampingi Tim Hukum dan Advokaso MRP lainnya seperti Saor Siagian, SH, MH, Ecoline Situmorang, SH, MH, Ir. Esterina D. Ruru dan Muniar Sitanggang mengatakan mereka ditunjuk oleh MRP dalam rangka menindaklanjuti MoU (Nota Kesepahaman) antara MRP dengan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) Rumah Bersama Advokat.

“Pendaftaran permohonan pengujian ini kami lakukan karena dalam muatan pasal UU tersebut terdapat pasal-pasal yang merugikan hak-hak konstitusional Orang Asli Papua (OAP) yang dalam hal ini mewakili oleh Prinsipal (MRP). Revisi UU Otsus ini merupakan revisi terbatas sebagaimana surat presiden pada tanggal 20 Desember kepada DPR. Hal tersebut diperkuat lagi sebagaimana dalam Naskah Akademik (NA) RUU Otsus 2021. Dalam NA tersebut, ditemukan adanya revisi norma yang terdapat dalam Pasal 1, mengatur tentang ketentuan umum; Pasal 34, mengatur tentang Dana Otsus; dan pasal 76 mengatur tentang pemekaran daerah/provinsi. Ironisnya, dalam UU 2/2021 ini ditemukan adanya penghapusan norma dan pembuatan norma baru yang sama sekali tidak memiliki landasan konseptual/teoritik dalam naskah akademik. Padahal seharusnya tujuan NA dibuat agar peraturan perundang-undangan sebagai landasan ilmiah bagi penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan yang akan memberikan arah dan menetapkan ruang lingkup bagi penyusunan peraturan perundang-undangan,” tutur Roy.

Menurut Roy, adapun sejumlah pasal yang diajukan dalam permohonan pengujian materiil ini adalah Pasal 6 dan Pasal 6A tentang pengangkatan anggota DPRP dan DPRK; Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) tentang penghapusan partai politik lokal; pasal 38 ayat (2) tentang norma diskriminasi yang memberikan perlindungan kepastian hukum hanya kepada pengusaha di Papua; Pasal 59 ayat (3) tentang pelayanan kesehatan dengan frasa “beban masyarakat serendah-rendahnya”; Pasal 68A berkenaan dengan Pembentukan Badan Khusus yang dipimpin oleh Wapres dan berkedudukan di Papua; Pasal 76 tentang pemekaran daerah tanpa melibatkan MRP, DPRP dan Gubernur; dan Pasal 77 UU 21/2001 tentang Perubahan usulan perubahan UU Otsus melalui MRP dan DPR.

“Kami berpandangan, bahwa pasal-pasal tersebut telah nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRl 1945 dan oleh karena itu, kami memohon kepada Mahkamah agar pasal-pasal tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,” tukas Roy.

Ia juga menjelaskan bahwa pengujian permohonan ini diajukan oleh MRP sebagai pengingat bagi bangsa ini atas kekhususan Papua sebagaimana Tap MPR No. 1V/MPR/1999 GBHN 1999-2004, TAP MPR No. lV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional dan UU No. 21/2001 tentang Otsus Papua. UU Otsus Papua merupakan bagian dari komitmen kebangsaan pasca reformasi sebagai upaya bangsa Indonesia menyelesaikan konflik yang telah merugikan Orang Asli Papua (OAP) selama puluhan tahun lamanya yang tidak dapat dikonversikan dalam bentuk apa pun.

“Oleh karena itu, kami berharap MK sebagai penjaga konstitusi the guardian of constitution dapat mengadili perkara ini secara objektif sebagaimana UU MK yang berwenang menguji UU terhadap UUD Tahun 1945. Pada akhirnya kami Tim Hukum dan Advokasi MRP menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada rekan-rekan media atas peliputan permohonan pengujian materiil yang kami lakukan untuk menjaga Marwah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila & UUD Tahun 1945,” tandas Roy.(Win/Red)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!