Kecewa Dengan Putusan Pengadilan Militer, Hendra Krisnawijaya Ajukan Banding

Foto: Istimewa

Jakarta, Media Indonesia Raya – Didampingi istri dan kuasa hukumnya Hendra Krisnawijaya mendatangi kantor Oditur Militer di Jalan Penggilingan, Jakarta Timur, Selasa (26/5/2020). Maksud kedatangan Hendra untuk meminta kejelasan sekaligus banding atas putusan Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) II Jakarta atas terdakwa Kol Kes (Pur) Drs Sutaryo belum lama ini yang menjatuhi hukuman 3 bulan dengan masa percobaan selama 6 bulan.

“Tadi saya sudah bertemu dengan Kepala Otmiliti II Jakarta, Kolonel Laut Riza Yasma, SH, MPA. Beliau berjanji untuk mengupayakan banding, namun Pak Riza harus berkomunikasi dengan pimpinan beliau,” kata Hendra kepada awak media.

Hendra Krisnawijaya sendiri selaku korban mengaku sangat kecewa atas putusan Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) II.

“Terus terang saya merada tidak puas dan diperlakukan tidak adil atas Putusan Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) II kepada terdakwa Kol Kes (Pur) Drs Sutaryo yaitu 3 bulan dan masa percobaan 6 bulan bagi terdakwa. Apalagi terpidana sama sekali tidak menjalani penahanan penjara. Itu sama sekali tidak adil,” tutur Hendra.

Lebih lanjut Hendra mengatakan bahwa hari ini merupakan batas terakhir pengajuan banding Putusan Pengadilan Militer II Jakarta atas kasus Sutaryo ke Pengadilan Militer Utama Jakarta. Seperti diketahui jika tidak melakukan upaya banding maka putusan tersebut sifatnya inkracht.

“Karena itu saya datang ke sini dan meminta Kepala Otmilti II untuk mengajukan banding. Putusan kemarin itu terlalu ringan dan mengecewakan saya, yang mengalami intimidasi dan mengalami kerugian besar karena tidak bisa menjalankan usaha,” kata Hendra yang mengaku mengalami kesulitan pembayaran kewajiban ke bank setelah usaha berhenti total.

Selain itu, menurut Hendra Krisnawijaya putusan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta kemarin setidaknya ada sebelas poin kejanggalan yang terjadi. Antara lain, pertama tuntutan peradilan koneksitas tidak diindahkan atas persekusi dan pencurian yang terjadi.

Kemudian, lanjutnya bahwa penyidik kurang menjalankan tugasnya dengan professional karena mengesampingkan fakta-fakta. Penyidik diduga menghilangkan pasal 170, 167, 351 dalam BAP. Berikutnya korban merasa keberatan terkait kewenangan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta mengadili Perkara Pidana Koneksitas mengenai persekusi yang dilakukan Terdakwa Kes (Purn) Drs Sutaryo dan istrinya.

Selanjutnya kata Hendra, Surat Dakwaan Oditur Militer Tinggi terkait Surat Petisi Warga tidak benar dan dugaan rekayasa.

“Dalam surat dakwaan disebut tanggal 1 Nov padahal fakta hukum 4 November. Ini sangat merugikan saya karena seolah-olah tindakan itu dilakukan karena surat petisi tidak dipatuhi, ini sama sekali terbalik,” ujar Hendra.

Temuan yang lain, sambung Hendra, Terlapor dan saksi mahkota (istri terdakwa) tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. Juga terkait barang bukti berupa CDRW dan Surat-surat penting tidak diperkenankan sebagai barang bukti dalam perkara yang lain.

“Saya sebagai pencari keadilan merasa dirugikan hak dan kepentingan yang dijamin UU 1945 atas putusan tersebut,” pungkas Hendra.(Win)