Foto: Istimewa

Jakarta, Media Indonesia Raya – Pandemi Covid 19 telah memaksa komunitas peneliti sains dan medis di Indonesia untuk secara cepat menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat dan pemangku kepentingan. Selain fleksibel, komunitas sains dituntut lebih transparan. Transparansi itu dibutuhkan agar masyarakat dapat memahami dan terbuka terhadap berbagai karya inovasi sekaligus tidak berharap berlebihan tentang kegunaan suatu inovasi. Hal itu terungkap dalam diskusi yang diselenggarakan oleh The Conversation Indonesia dan Direktorat Pengembangan Usaha dan Inovasi (DitPUI) UGM pada Kamis (4/3).

Pada diskusi bertajuk “Pandemi Covid-19 Ubah Riset Sains di Indonesia?” tersebut, Menteri Ristek/Kepala BRIN Prof. Bambang Brodjonegoro, S.E., M.U.P., Ph.D. mengatakan pandemi Covid-19 telah menjadi disrupsi bagi dunia penelitian sains di Indonesia. Sejak awal Maret tahun lalu, Kemristek/BRIN mengarahkan dan mengelola berbagai aspek sumber daya terkait riset sains, medis, dan sosial humaniora di Indonesia sebagai upaya penanganan Covid-19. Riset untuk mendukung penanganan Covid-19 tidak hanya terkait dengan vaksin dan obat, tetapi juga terapi, pencegahan, skrining, testing dan alat kesehatan.

“Perbedaan utama riset pra-pandemi dan pandemi itu adalah terkait dengan batas waktu. Riset pra-pandemi bersifat eksploratif, dan kadang-kadang tidak bisa ditentukan apakah sesuai dengan harapan. Tapi pandemi mengandung unsur mendesak sehingga para peneliti berkejaran dengan waktu,” terang Bambang.

Selain itu, selama ini riset sains belum tentu terhilirisasi ke masyarakat dan terkomersialkan dengan maksimal.

Terdapat kolaborasi antara komunitas peneliti dari berbagai universitas, diaspora Indonesia dan lembaga penelitian, institusi pemerintah seperti Kemenkes dan BPOM, dan industri yang mau melakukan produksi. Kolaborasi itu dikelola oleh Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19. Melalui konsorsium tersebut, kegiatan riset terkait Covid-19 dari hulu ke hilir dapat lebih terorganisir dan dilakukan dalam waktu lebih cepat.

Pada kesempatan yang sama, Rektor UGM Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, ASEAN Eng. mengatakan UGM saat ini sedang mempercepat uji ventilator ICU dan produksi massal GeNose C19. “Kami perlu bekerja sama dengan investor untuk percepatan produksi massal,” ungkapnya.

Kampus memilki kemampuan penelitian dan inovasi untuk lakukan penemuan baru. Persoalannya ada pada tahap hilirisasi hasil-hasil riset. Hasil riset perlu diambil alih oleh industri agar tercipta komersialisasi. Dengan adanya pandemi Covid-19, kolaborasi itu justru mempercepat proses riset.

“Era pandemi ini momentum untuk mengubah cara berpikir peneliti dan birokrasi terkait,” tambah Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D. mantan Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 yang kini menjabat sebagai Direktur BPJS Kesehatan. Ali menjelaskan, sebelum pandemi para peneliti terkadang saling berkompetisi satu sama lain dan cenderung kurang transparan terkait penelitiannya. Namun, pada masa pandemi semua pihak saling bekerja sama karena menghadapi tantangan yang sama.

“Pada situasi pandemi ini, peneliti harus tetap bisa independen dalam meneliti, dan karena penelitian tetap harus mempertimbangkan keterbatasan sumber daya waktu, uang, dan finansial, maka masalah apa yang ingin diatasi penelitian harus difokuskan,” ungkap Ali.

Fleksibilitas Riset

Fleksibilitas itu ditunjukkan oleh para peneliti GeNose C19. Dr. Dian K. Nurputra selaku Co-inventor GeNose C19 menjelaskan bahwa penemuan GeNose C19 terkait erat dengan tugasnya sebagai Ketua Satgas Covid-19 pada salah satu rumah sakit di Daerah Istimewa Yogyakarta sejak 7 Maret 2020 sekaligus risetnya mengenai breathalyzer untuk volatile organic compound (senyawa organik yang mudah menguap/ VOC) Tubercolusis (TBC) yang sedang berlangsung. Saat itu ia melihat kecepatan pengetesan Covid-19 di Indonesia menggunakan PCR sangat lama.

Dian bersama Prof. Kuwat Triyana dan rekan-rekan peneliti lainnya menyusun proof of concept (evaluasi gagasan) mengenai VOC terkait Covid-19. “Tujuan proof of concept itu adalah untuk memetakan dan membandingkan VOC orang sakit Covid-19 dengan VOC orang sehat atau berpenyakit lain,” jelas Dian yang juga merupakan Peneliti Neurogenetic dan Protein Sensing UGM.

Pada tahap evaluasi gagasan tersebut, protokol proof of concept divalidasi oleh Komite Etik FK UGM, Clinicaltrials.gov, dan Dirjen Farmalkes Kemenkes. Setelah itu tim peneliti diizinkan oleh Komite Etik FK UGM melakukan proof of concept dengan alat prototipe. Alat prototipe itu menskrining VOC orang sehat, pasien sakit non-covid (asma, TBC, penyakit paru obstruktif kronis/PPOK), dan orang sakit Covid-19 di RS Bhayangkara dan RS Lapangan Khusus Covid-19. Napas semua pasien diambil berulangkali pada tahap itu.

Berdasarkan hasil proof of concept, tim peneliti menyusun hipotesis bahwa alat prototipe GeNose C19 bisa menskrining VOC pasien penyakit Covid-19. Hasil tersebut dilaporkan tim peneliti ke Komite Etik dan DitPUI UGM yang telah menaungi tahap proof of concept.

“Kami juga meninjau pustaka terkait penelitian breathalyzer untuk VOC TBC dan menemukan tingkat sensitivitasnya rendah sekali. Setelah kami tinjau, desain secara teknis kurang tepat yaitu pada sampling system-nya,” ungkap Dian.

Sampling system GeNose C19 jauh lebih stabil daripada alat serupa dari negara lain. Pengeluaran VOC akan berbeda-beda tergantung pada cara seseorang menghembuskan napas.

“Kami mencari Alveolar VOC yang hanya didapat ketika pasien tidak meniupkan langsung pada alat, sehingga kami sediakan kantong plastik agar pasien dapat hembuskan napas seperti biasa,” jelas Dian.

Dian dan tim peneliti memantau dinamika perubahan VOC pasien Covid-19 dari hari pertama pasien dinyatakan positif Covid-19 hingga negatif. Melalui pemantauan ketat itu, tim peneliti GeNose C19 menemukan bahwa pola VOC pasien positif Covid-19 benar-benar berbeda dari orang yang negatif. Setelah itu, penelitian masuk ke tahap validasi.

“Saya sebagai klinisi dan pengguna alat kesehatan juga sangat berpatokan pada validasi alat kesehatan sehingga saya sangat memahami keharusan tahap validasi dan realibilitas itu,” tuturnya.

Alat dan kecerdasan buatan itu lantas melewati uji diagnostik yang dilakukan oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan Dirjen Farmalkes.

Uji diagnostik pra-pemasaran melibatkan 2.200 sampel, sedangkan pada pascapemasaran peneliti mendapatkan hampir 3.000 sampel.

“Secara keseluruhan, kami telah melakukan pengujian terhadap sekitar enam ribu sampel napas,” jelas Dian.

Selain terus mengingatkan ke para operator bahwa Standard Operating Procedure (SOP) yang tercantum pada buku manual GeNose C19 harus ditaati, pengembangan terus dilakukan oleh Dian dan timnya. Mereka juga memperbarui kemampuan GeNose C19 dengan menambahkan fitur analisis lingkungan, supaya pengguna mengoperasikan alat ini di tempat dengan lingkungan yang tepat. Perangkat lunak kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) juga akan terus diperbarui. Apabila operator tidak memperbarui, dalam dua minggu perangkat lunak yang lama tidak dapat digunakan.

Kini, GeNose C19 tengah berada pada fase validasi eksternal, yakni uji pascapemasaran oleh tim independen dari RS Sardjito, RS Akademik, Balitbangkes, Universitas Indonesia, dan Universitas Andalas.

Dr. Ines Atmosukarto, peneliti John Curtin School of Medical Research, Australian National University selaku moderator dalam diskusi tersebut menyatakan bahwa terkadang peneliti bersembunyi dibalik alasan paten untuk tidak transparan terkait penelitiannya. Menanggapi hal tersebut, Ali mengatakan bahwa ketentuan terkait paten telah diatur dalam UU No.11 tahun 2019. Dia menyadari pentingnya paten bagi peneliti, namun peneliti juga mesti mempertimbangkan aspek kerja sama berbagai pihak serta kebutuhan masyarakat.

“Saya setuju dengan Dr. Ines, oleh karena itu kami membuka laporan penelitian kami tentang GeNose C19 pada forum-forum saintis tahun lalu maupun media populer seperti di The Conversation Indonesia,” jawab Dian.(Win) 

By admin

One thought on “Gelar Diskusi Webinar, DitPUI UGM: Riset Sains Kala Pandemi Harus Lebih Fleksibel, Cepat, dan Transparan”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!