Foto: Istimewa
Jakarta, Media Indonesia Raya – Kemunculan Dewan Kolonel walaupun dianggap guyonan politik oleh elit PDIP jangan sampai diasosiasikan negatif seperti halnya isu Dewan Jenderal era tahun 1965. Apalagi bulan September biasanya kelompok tertentu sedang bersemedi menyiapkan konten dan narasi yang selalu mengangkat isu PKI menjadi propaganda politik seakan tidak punya gagasan dalam membuat bangsa ini bergerak maju.
Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri diberitakan kaget mendengar ada “Dewan Kolonel” untuk dukung anaknya Puan Maharani di Pilpres 2024.
“Tadi pagi pun Ibu Mega ketika melihat di running text pada saat saya laporan ke beliau, beliau juga kaget. Kemudian ya akhirnya mendapat penjelasan bahwa tidak ada Dewan Kolonel,” ujar Hasto di Sekolah Partai PDIP, Jakarta pada Rabu (21/9/2022, Suara.com).
Jika merujuk pada pernyataan Sekjen PDIP, Ketua Presidium Nasional Jangkar Jokowi, I Ketut Guna Artha (igat) memaknai bahwa Ibu Mega tidak pernah menginstruksikan membentuk tim secara khusus untuk tujuan elektabilitas Capres di internal PDIP.
“Baik Mbak Puan atau Mas Ganjar telah dipopulerkan oleh elit partai maupun kelompok relawan merupakan fenomena yang biasa saja sebagai bagian dari proses kontestasi demokrasi, pemanasan sebelum laga resmi Pilpres 2024,” I Ketut Guna Artha, Kamis (22//9/2022).
“Jika di negara demokrasi seperti Amerika Serikat kompetisi di internal partai berlangsung secara formal melalui “Konvensi” sehingga mengkristalkan Capres terbaik dan potensial menang untuk berhadapan dengan kubu lawan”.
Yang membedakan adalah, Mbak Puan gunakan mesin partai (struktur, fraksi dan kepala daerah), dilain pihak Mas Ganjar tidak dibantu mesin partai. Dan setahu saya tidak pernah menghadiri deklarasi relawan Capres.
Ini yang menarik bahwa Mas Ganjar tahu etika politik dan menghormati Ketua Umum, Ibu Mega. Mas Ganjar hadir disejumlah daerah karena kapasitasnya sebagai Ketua Umum, Kagama (Keluarga Alumni Univ. Gajah Mada).
Dan seperti yang telah di terjadi di Rakernas lalu bahwa dengan tegas rekomendasi (yang dibacakan Mas Ganjar) untuk Capres Cawapres PDIP ada ditangan Ketua Umum, Ibu Mega.
Mengapa kemudian persaingan untuk mendapatkan tiket Capres di internal PDIP mendapat perhatian besar dari publik tentu dengan sejumlah alasan.
Pertama, PDIP adalah partai penguasa saat ini.
Dalam berbagai kompetisi apapun termasuk pemilu sebagai sarana demokrasi, partai penguasa pasti ingin menang kembali. Sementara di pihak oposisi akan memainkan beragam isu dan strategi bagaimana melemahkan partai penguasa.
Kedua, dengan semakin mudahnya mengakses informasi dan keterbukaan informasi publik telah menciptakan ruang partisipasi masyarakat lebih aktif dalam menyuarakan aspirasinya, maka rakyat juga ingin “terlibat” secara langsung atas impiannya untuk melahirkan pemimpin (presiden) diakomodir oleh partai.
Ketiga, menarik untuk dicermati bahwa PDIP telah melahirkan kader ideologis seperti Mas Ganjar dan yang membedakannya adalah Mba Puan sekaligus kader biologis dari trah Soekarno.
Namun dalam pernyataan Bapak Guntur Soekarnoputra dalam sebuah wawancara menyatakan bahwa pemimpin nasional (presiden) tak harus dari trah Soekarno. Yang penting pemimpin itu ada dihatinya rakyat.
“Dinasti itu akan terjadi secara alamiah. Ibu Mega telah membuktikannya menjadi Presiden ke 5 Republik Indonesia setelah 35 tahun berakhirnya kekuasaan Bung Karno.
Dan ketika punya peluang untuk maju kembali di Pilpres 2014 saat tidak ada petahana, Ibu Mega membaca kehendak rakyat lebih memilih mencapreskan Pak Jokowi hingga 2 periode saat ini,” I Ketut Guna Artha.
Maka diujung tentu proses pengamatan dan penilian dinamika yang terjadi akan menjadi pertimbangan Ibu Mega untuk putuskan yang terbaik buat bangsa.
“Dan berbekal pengalaman oposisi 10 tahun dan penguasa 10 tahun, saya yakin untuk memutuskan calon pemimpin nasional (presiden) ditengah ketidakpastian ekonomi global dan ancaman dampak dinamika geopolitik global, Ibu Mega tidak akan coba-coba atau trial error,” I Ketut Guna Artha.
Seperti kata Bapak Guntur Soekarnoputra “Anda sudah tahu, tanpa harus saya sebut”.(Win/Red)