Spread the love

Foto: Istimewa

Jakarta, Media Indonesia Raya – Lembaga Penanggulangan Bencana Indonesia (LPBI) Nahdlatul Ulama (NU) mengajak agar warga Nahdliyin untuk pro aktif mengatasi penurunan permukaan tanah DKI Jakarta dengan ikut serta mencegah pengambilan air tanah secara berlebihan.

Hal tersebut disampaikan Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah NU DKI Jakarta, Syarief dalam acara diskusi Pro dan Kontra Pergub DKI Jakarta No. 93 Tahun 2021 Zona Bebas Air Tanah, bertempat di kantor PWNU DKI Jakarta, Jumat, 4 Agustus 2023.

“Ancaman Jakarta tenggelam bukan isapan jempol. Berdasarkan penelitian lembaga terpercaya disebutkan akibat eksploitasi air tanah yang masif telah menyumbang peningkatan penurunan muka tanah di Jakarta yang sangat signifikan,” tegas Syarif.

Syarif yang juga anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Gerindra, mengusulkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 tahun 2021 tentang zonasi bebas air tanah perlu dirombak total.

Menurutnya perombakan itu perlu dilakukan karena dinilai minim partisipasi masyarakat saat penyusunan yang dilakukan.

“Pergub tersebut tidak ada partisipasi masyarakat, oleh sebab itu pergub ini harus dicabut dan dikeluarkan pergub baru sebab penggunaan air di Jakarta ini lebih banyak digunakan oleh sektor komersil,” jelas Syarief.

Dia berharap Pergub tersebut dicabut sebagai antisipasi ancaman Jakarta tenggelam sebagaimana hasil dari beberapa kajian ilmiah.

Sementara itu Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana Indonesia (LPBI) NU DKI Jakarta, Laode Kamaludin mengungkapkan bahwa prediksi Jakarta akan tenggelam dalam beberapa puluh tahun ke depan bukanlah isapan jempol belaka.

“Buktinya sebuah masjid Al Wal Adhuna yang dulu berdiri kokoh di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara menjadi saksi bisu bagaimana wilayah Ibu Kota perlahan tenggelam, dan bukan hanya itu saja beberapa daerah pesisir Jakarta Utara akan mengalami hal yang sama,” ujarnya.

Menurut Laode, Peraturan Gubernur No. 93 Tahun 2021 tentang zona bebas air tanah ternyata dalam praktiknya sangat amburadul karena tidak ada batas larangan yang jelas.

“Contoh di pasal 2 a dan b, pengetatan zona bebas air tanah hanya 9 lantai sampai ke atas dan 5000m3. Seharusnya ayat a dan b dihapus di ganti seluruh lahan komersil, industri, usaha jasa yang berdomisili di Jakarta wajib tidak memakai air tanah. Tidak ada lagi para pelaku bisnis usaha dan jasa serta indrustri tidak memakai air tanah dan meteran pengambilan air tanah di mall gedung apartemen, hotel dan jasa jasa yang lainnya seperti jasa pencucian mobil yang marak di Jakarta,” jelasnya.

Sebelumnya sebut Laode, DPRD DKI Jakarta mengeluarkan Perda No. 10 Tahun 1998, tentang pemberian ijin untuk para pelaku indrustri dan usaha bisnis kota untuk memakai air tanah dengan dikenakan pajak daerah dengan memakai meteran untuk pengembalian air tanah.

Untuk mengatasi masalah tersebut Laode Kamaludin berjanji bahwa LPBI NU DKI Jakarta akan terus melakukan komunikasi ke Pemda DKI dan Kementerian ESDM serta lembaga peduli lingkungan dan perubahan iklim di Indonesia dalam rangka menjaga Ibu Kota DKI Jakarta dari bahaya tenggelam.

Mengenai hal ini, Pengurus LPBI NU, Arief Rosyid Hasan menyampaikan bahwa forum diskusi seperti ini membangunkan kesadaran publik bahwa masalah air sekrusial itu bahkan dapat berdampak pada tenggelamnya Jakarta.

“Siapa yang tutup mata pada masalah alam dan lingkungan yang ada di depan mata sama dengan menyiapkan generasi anak cucu kita untuk sengsara. Saya mengajak seluruh warga Nahdiyin agar ikut membersamai ikhtiar LPBI NU DKI. Jika kita diam Jakarta akan tenggelam ini. Berdasarkan data Kementerian PUPR di awal tahun ini, penyebab land subsidence atau penurunan muka tanah di Jakarta didominasi oleh ekstraksi berlebih air tanah,” ucapnya.

Arief Rosyid menuturkan bukan hanya itu saja Kementerian PUPR juga menyebutkan Jakarta mengalami penurunan muka tanah 12-18 cm per tahun.

Diprediksi pada Tahun 2050 beberapa wilayah di pesisir Jakarta diprediksi akan tenggelam diantaranya ialah Kamal Muara (di bawah 3 meter), Tanjungan (di bawah 2.10 meter), Pluit (di bawah 4.35 meter), Gunung Sahari (di bawah 2,90 meter), Ancol (di bawah 1.70 meter), Marunda (di bawah 1.30 meter), dan Cilincing (di bawah 1 meter).

“Sebagaimana Ketum PB NU Gus Yahya mengamanahkan agar LPBI NU sebagai leading sector dalam gagsan besarnya Spiritual Ekologi, maka LPBI bertanggung jawab mengoptimalkan peran agama dalam mitigasi bencana dan perubahan iklim, termasuk krisis air sebagai sumber kehidupan. Tugas manusia adalah menjaga keselarasan dan keseimbangan ekosistem secara mutlak sebab posisi manusia sebagai khalifah fil ‘ardl akan dimintai pertanggungjawabanya atas segala tindakannya di dunia maupun akhirat,” pungkasnya.(Win/Red)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!