Foto: Istimewa

Jakarta, Media Indonesia Raya – Pada hari Sabtu, 23 September 2019, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jakarta bekerjasama dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menggelar acara Ngobrol Santai Konservasi (Ngonser) di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka memeriahkan kegiatan Pameran Keanekaragaman Hayati Nusantara Expo 2019 yang sudah berlangsung dari tanggal 8 November 2019 dan akan ditutup nantinya pada 8 Desember 2019.

Tema yang diambil dalam kegiatan Ngonser ini adalah “Peran Generasi Muda dalam Pelestarian Satwa di Ekosistem Mangrove di Indonesia”. Peserta yang hadir dalam acara Ngonser berjumlah kurang lebih 100 orang yang berasal dari komunitas pecinta satwa (Komunitas Dekat Bareng Reptile, Aspera, Musang Lovers Indonesia, Olix, KPRJ, Awan Free Fly, Sugar Glider Lover) dan Penegak Pramuka yang ada di wilayah DKI Jakarta.

Narasumber yang hadir dalam kegiatan Ngonser kali ini adalah Ahmad Munawir S.Hut, M.Si selaku Kepala BKSDA Jakarta; Imran Amin selaku Direktur Program MERA YKAN; dan Riza Marlon selaku pegiat pelestarian lingkungan, fotografer alam liar terkemuka di Indonesia. Selain itu hadir pula Sally Kailola dari YKAN selaku motivator konservasi. Acara ini dipandu oleh Rizki Prima dari BKSDA Jakarta.

Kegiatan Ngonser ini bertujuan untuk:
1. Memberikan informasi tentang ekosistem mangrove dan keberadaan satwa liar yang ada di dalamnya
2. Menyebarkan kepada masyarakat luas tentang pentingnya pengelolaan terpadu ekosistem mangrove.
3. Mempromosikan pengelolaan yang efektif dan implementasi strategi mitigasi dan adaptasi untuk mengatasi perubahan iklim.
4. Meningkatkan kesadaran, partisipasi, dan pengetahuan generasi muda dalam upaya pelestarian satwa liar dan ekosistem mangrove.
5. Membagikan pengalaman tentang kelestarian satwa dan pendokumentasian

Kepala Balai KSDA Jakarta pada kesempatan ini memberikan informasi tentang keberadaan satwa yang khususnya berada di kawasan konservasi. Balai KSDA Jakarta memangku 4 (empat) kawasan konservasi yaitu Suaka Margasatwa (SM) Muara Angke, Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk, Cagar Alam (CA) Pulau Bokor, dan Suaka Margasatwa (SM) Pulau Rambut. Berdasarkan hasil analisa terdapat sekitar 350,80 ha luas mangrove di Jakarta dengan terdapat tidak kurang dari 16 jenis mangrove sejati. Jenis-jenis mangrove sejati tersebut antara lain : Avicenia alba, Bruguiera eriopetala, Ceriops decandra, Rhizophora apiculata, Sonneratia acida/ S.alba, Xylocarpus granatum, dan jenis lainnya

“Berdasarkan hasil identifikasi dari tim BKSDA Jakarta terdapat keragaman satwa mulai dari kelompok reptile, mamalia, burung, dan ikan. Dari kelompok reptil yang dapat dijumpai pada ekosistem mangrove di Jakarta antara lain adalah buaya muara (Crocodylus porosus), kura-kura ambon (Cuora amboinensis), biawak (Varanus salvator), ular welang (Bungaru fasciatus), ular pucuk (Ahaetulla prasina), dan lain-lain. Di kawasan SM Pulau Rambut yang juga terdapat ekosistem mangrove bahkan dikenal sebagai “surge burung”. Beberapa spesies burung yang hidup di ekosistem mangrove antara lain Cangak abu (Ardea cinerea), kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Kowak Malam Kelabu (Nycticorax Nycticorax), Bangau Bluwok (Mycteria cinerea), Cikalang kecil (Fregata ariel), Elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), dan lain-lain. Sementara dari mamalia antara lain monyetr ekor panjang (Macaca fascicularis) dan kalong (Pteropus Vampirus) Dari kelompok ikan antara lain kan sapu-sapu (Hypotamus sp.), gabus (Ophiocephalus striatus),” jelas Munawir.

Sementara itu Imran dalam kesempatan ini menjelaskan tentang Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA). MERA merupakan sebuah platform kemitraan yang bekerja sinergis untuk menyelamatkan dan melestarikan hutan mangrove.

“Program kerja MERA berlandaskan kajian ilmiah yang kuat sebagai acuan untuk membuat rencana desain restorasi hutan mangrove. Hal ini penting untuk mendukung kembalinya fungsi hutan mangrove sebagai sebuah ekosistem, bukan sekadar kumpulan pohon-pohon mangrove,” terang Imran.

Di sisi lain, Riza Marlon menceritakan pengalamannya tentang pelestarian satwa di beberapa daerah di Indonesia serta membagikan pengalamannya tentang pentingnya mendokumentasikan satwa dan lingkungan.

“Generasi muda harus lebih peduli tentang pelestarian lingkungan termasuk satwa. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui pendokumentasian yang baik. Jika kita mempunyai dokumentasi yang baik, maka hal tersebut bisa dijadikan sebagai media pembelajaran hingga di masa mendatang,” ajak Riza.

Diharapkan dengan kegiatan Ngonser ini, peserta dan generasi milenial pada umumnya dapat memahami tentang pentingnya untuk menjaga keberadaan satwa yang dilindungi serta ekosistem alami yang menjadi habitat bagi satwa tersebut.(Win) 

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!