Foto : Erwin

Jakarta, Media Indonesia Raya – Budaya Betawi sebagai budaya inti masyarakat Jakarta notabene ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dituntut selalu beradaptasi dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi. Budaya Betawi juga ditantang bertahan di tengah maraknya pengaruh budaya nusantara dan mancanegara di Jakarta. Di tengah semua tantangan itu, Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) menggelar Rapat Kerja (Raker), bertema “LKB Penggerak Pelestarian dan Pengembangan Budaya Betawi di Era
Milenial”.

Raker yang berlangsung pada 9 Maret 201, di Hotel Grand Cempaka, Jakarta Pusat itu sedianya bakal dibuka oleh Gubernur DKI Jakarta, H. Anies R. Baswedan Phd (rundown acara terlampir).

“Kita ingin LKB menjadi pusat referensi budaya Betawi di era sekarang dan ke depan. Upaya pelestarian, pembinaan, dan pengembangan kita sesuaikan dengan era saat ini lewat pemanfaatan teknologi,” kata H. Beky Mardani, Ketua Umum LKB periode 2018-2021.

Teknologi adalah kata kunci dari era milenial. Laporan Ericsson ConsumerLab tentang10 Tren Konsumer 2016 mencatat, produk teknologi akan mengikuti gaya hidup masyarakat milenial. Perilaku berubah beriringan dengan perubahan teknologi. Beberapa prediksi yang disampaikan Ericsson pun terbukti. Salah satunya, perilaku streaming native yang kian populer.

Jumlah remaja yang mengonsumsi layanan streaming video semakin bertambah. Kelompok usia remaja lebih sering menonton streaming video ketimbang kelompok usia lainnya. Sekitar 49 persen remaja usia 16-19 tahun menonton YouTube selama satu jam atau lebih tiap harinya. Tahun 2019, jumlah pengguna internet di Indonesia diproyeksikan menembus 175 juta orang atau 65,3 persen dari total penduduk Indonesia. Fakta ini memperkuat hubungan perilaku dengan teknologi informasi.

Untuk itu, LKB melakukan berbagai upaya agar budaya Betawi tetap lestari dan berkembang sesuai dengan amanat konstitusi UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang mengamanatkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melestarikan dan mengembangkan budaya masyarakat Betawi serta melindungi berbagai budaya masyarakat daerah lain yang ada di daerah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini dipertegas lagi dalam Perda Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Budaya Betawi.

“Nilai-nilai budaya Betawi seperti egaliter, terbuka, agamis, humoris harus dilestarikan dan dikembangkan, karena terbukti memberikan sumbangan besar pada kerukunan dan kedamaian di Jakarta,” tambah Beky.

Nilai-nilai ini, lanjutnya, menjadi perekat kemajemukan dan pluralisme di Jakarta dan Indonesia. Salah satu upaya LKB mendekati kalangan milenial dengan meluncurkan aplikasi Betawi Akses yang terhubung dengan situs LKB. Melalui aplikasi ini semua informasi kebetawian bisa didapatkan. Semua ditampilkan
melalui teks di web, juga video.

Selain kreativitas dan gagasan baru, hal lainnya yang penting adalah keberpihakan Pemerintah Provinsi DKl Jakarta sebagai stakeholder yg diamanati konstitusi. Melalui rapat kerja 2019, LKB berusaha mencari solusi atas tantangan-tantangan itu, mengevaluasi apa yang telah dilakukan dan menentukan strategi untuk pelestarian dan pengembangan satu tahun ke depan.

“Raker diharapkan bisa menampung ide, gagasan, dan pemikiran berbagai stakeholder seperti pemerintah, tokoh masyarakat, pelaku seni, budayawan, dan juga akademisi. Output dari raker ini adalah program kerja yg akan diusulkan LKB kepada Pemerintah Provinsi, dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan,” Beky menjelaskan.

Raker juga menggelar diskusi panel dengan narasumber Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Dr. Edy Junaedi, M.Si., yang akan menyampaikan “Strategi Pelestarian dan Pengembangan Budaya Betawi.” Narasumber kedua, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta H. Abdurrahman Suhaimi Lc., MA bicara tentang “Optimalisasi Perda Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian Budaya Betawi.” Lalu ada presentasi khusus “Branding Budaya Betawi Sebagai Ruh Budaya Jakarta” oleh Hermawan Kartajaya, Presiden MarkPlus Inc.

LKB dibentuk pada 22 JUNI 1976. Legalitas LKB kemudian diperkuat dengan akta notaris M.S Tadjoedin Nomor 145 Tanggal 20 Januari 1977 dan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 197 Tahun 1977 Tentang Pengukuhan Berdirinya Lembaga Kebudayaan Betawi. Menurut akte itu, tujuan dibentuknya LKB adalah Membantu Pemda DKI Jakarta dengan mengadakan penelitian, penggalian, pengembangan, dan pemeliharaan terhadap nilai-nilai budaya Betawi, meliputi bahasa, kepercayaan, adat istiadat, upacara adat, obat tradisional, arsitektur, cerita rakyat, musik rakyat, seni bela diri, teater rakyat, tarian rakyat, permainan rakyat, dan lain-Iain.

Hingga tahun 2014, LKB tercatat membina 158 sanggar yang tersebar di 5 wilayah kota DKI Jakarta dan Kepulauan Seribu.(Win)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!