Foto : Erwin

Jakarta, Media Indonesia Raya – Sembilan kali Presiden Joko Widodo berkunjung ke Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sejak memimpin pada 20 Oktober 2014, pastilah sarat makna yang menunjukkan keberpihakan Kepala Negara pada rakyat di Bumi Cenderawasih.

“Banyak orang mengatakan Papua merupakan secuil tanah surga yang jatuh ke bumi lantaran kekayaan alamnya yang begitu melimpah di hamparan hingga isi perut Bumi Cenderawasih serta pesona alamnya yang teramat indah. Namun Tanah Papua juga menyimpan pekerjaan rumah di berbagai bidang seperti soal kesehatan, pendidikan, kesenjangan ekonomi, isolasi daerah, hingga keamanan,” kata Ketua Badan Kehormatan DPD KNPI Marvin Sadipun Komber pada acara diskusi publik Menjaga Damai Di Bumi Cendrawasih: “Anak Papua, Bicara Papua” di Gedung Juang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2019).

Marvin mengatakan untuk menjawab hal diatas maka pada tanggal 11 Desember 2017 Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

“Melalui inpres tersebut, Jokowi menginstruksikan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) untuk mengoordinasikan, menyinergikan penyusunan, dan menetapkan Rencana Aksi Tahunan Program Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sampai 2019. Jelas ini merupakan bentuk perhatian khusus Bapak Presiden kepada masyarakat Papua dan Papua Barat,” beber Marvin.

Namun di tengah gencarnya Presiden Jokowi menaruh perhatian di Bumi Cenderawasih memasuki detik-detik Peringatan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, pada tanggal 16 Agustus 2019 di Surabaya sebuah kado ‘pahit’ dihadiahkan bagi tanah air tercinta. Pekan yang semestinya penuh kegembiraan berubah mencekam karena rentetan peristiwa penyerangan dan pengepungan asrama mahasiswa Papua di beberapa wilayah tanah Air.

Kota-kota besar seperti Malang, Surabaya dan Makasar menjadi panggung bagi pertunjukan kebencian RAS yang diskriminatif. Rentetan peristiwa tersebut memicu kerusuhan besar di Manokwari Papua Barat sebagai buntut dari kekecewaan atas peristiwa penyerangan dan penahanan mahasiswa Papua.

Percikan dari dinamika sosial diatas kemungkinan juga dilatari kecurigaan besar terhadap orang Papua yang dimata sebagian besar masyarakat Indonesia, dianggap menginginkan kemerdekaan dan menentukan nasib mereka sendiri.

Padahal pemerintah pusat lewat pemerintah daerah sangat gencar membangun Papua dan Papua Barat melalui mekanisme dana Otonomi Khusus (Otsus).

Irene Manibuy Mantan Wakil Gubernur Papua Barat mengatakan bahwa kehadiran dana Otonomi Khusus (Otsus) di Papua tidak memberikan dampak signifikan bagi Orang Asli Papua (OAP).

“Sampai saat ini manfaat dana Otonomi Khusus (Otsus) tidak terlalu dirasakan oleh masyarakat Papua itu sendiri. Padahal uang atau dana Otsus yang dikeluarkan adalah Rp. 2,5 Triliun per tahunnya. Namun penyaluran dana Otsus itu tidak terlihat secara nyata dalam bentuk infrastruktur seperti sarana sekolah, kesehatan, jalan dan sebagainya,” ungkap Irene.

Irene menyarankan agar lokasi dana Otonomi Khusus bagi Papua harusnya diaudit, sebab, menurut dia, penggunaan dana otsus yang tak jelas ini menjadi salah satu penyebab panjangnya kekisruhan yang terjadi di Papua.

“Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua memberikan kewenangan kepada semua kepala daerah Papua mulai gubernur, wakil gubernur, bupati hingga satuan kerja perangkat daerah. Sebelum UU Otsus berakhir harus ada audit keuangan di Papua,” jelas Irene.

Marthinus A. Werimon Mantan Sekretaris mengatakan bicara Papua masih isu atau masalah yang seksi sampai saat ini.

“Jika kita bicara Papua maka kita temukan ada yang merasa sakit hati, dendam, terluka dan merasa dikhianati. Namun itu adalah masa lalu. Masa sekarang kita bicara realitas yaitu kompetisi untuk membangun Papua agar Sejahtera dan membentuk anak-anak Papua agar kemampuannya sejajar dengan saudara-saudaranya yang lain. Itu semua dibangun lewat dana Otonomi Khusus (Otsus),” tutur Marthinus.

Namun Marthinus meminta agar orang-orang Papua harus bisa bersaing dengan orang-orang Indonesia lainnya.

“Pertama, saya minta saudara-saudara Papua menyiapkan dirinya untuk berkompetisi dengan saudara-saudara lainnya seperti dari Jawa, Batak, Kalimantan dan lainnya. Kedua, tingkatkan prestasi dan kemampuan skill individu agar bisa bangun Papua dan Papua Barat. Karena jika kita bicara kompetisi saat ini jelas tidak hanya untuk lokal saja tapi sudah harus mampu bersaing di dunia global, ” ujar Marthinus.

Dalam acara diskusi tersebut hadir juga Dewan Adat Papua, Edison Awoitouw Ketua DPRD Kabupaten Jayapura dan Baharudin Farawowan Ketua Umum Relawan Gemar Jokowi-KMA sekaligus ketum DPP Geomaritim serta undangan lainnya.(Win)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!