Foto: Istimewa

Jakarta, Media Indonesia Raya – Ratusan massa aksi yang mengatasnamakan Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) menggelar unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (08/02/2021).

Massa buruh mulai berunjuk rasa sekitar pukul 13.00 WIB. Terdapat 5 orang orator yang berdiri di atas mobil komando. Sejumlah massa juga membentangkan spanduk yang berisi beberapa tuntutan.

Koordinator aksi Saiful Anam mengatakan, dalam demonstrasi kali ini mereka menuntut KPK melakukan Penyelidikan dan Penyidikan ke Lembaga Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi (Mediator S.M), Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Karawang, Pengawas
Ketenagakerjaan Wilayah 2 Jawa Barat (Karawang), Ombudsman Jawa Barat, Ombudsman Jakarta, BPJS Kesehatan Kabupaten Bekasi, BPJS Kesehatan Pusat, Pengadilan Hubungan Industrial Bandung, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

“Hari ini, Senin, 8 Februari 2021, kami Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) melakukan aksi unjuk rasa untuk menyampaikan dugaan adanya tindak pidana korupsi di lembaga Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi, Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Karawang, Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah 2 Jawa Barat (Karawang), Ombudsman Jawa Barat, Ombudsman Jakarta, BPJS Kesehatan Kabupaten Bekasi, BPJS Kesehatan Pusat, Pengadilan Hubungan Industrial Bandung, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial,” ucapnya.

Lebih lanjut Saiful menyebut patut diduga lembaga-lembaga tersebut diduga melakukan kongkalikong dengan perusahaan untuk memuluskan keinginan perusahaan untuk mengalahkan buruhnya dalam perselisihan di mediasi.

“Seperti dalam anjuran yang dikeluarkan oleh Kadisnaker Karawang itu jelas merugikan buruh, tanpa diperiksa dengan teliti dan anjuran seharusnya bisa dikeluarkan dalam 30 hari namun terus diulur sampai lebih dari 4 bulan. Terlebih lagi ada dugaan keterlibatan Ombudsman Jawa Barat dan Ombudsman Pusat dalam hal kegiatan mal-administrasi dengan mangkraknya laporan, ketidakjelasan prosedur, dan tidak dapat memberikan kepastian hukum atas semua laporan yang kami ajukan (Laporan dari serikat anggota
SPKB, SGBBI, SEPASI, SPKB, SPMB dan SPPB). Semua laporan yang kami sampaikan juga mangkrak dan tidak ada kejelasan. Hal ini sangat berpotensi terjadi praktik suap dan patut diduga masuk dalam lingkaran suap dengan
beberapa instansi perusahaan atau pun lembaga ketenagakerjaan,” jelasnya.

Selain itu lanjut Saiful, ada dugaan keterlibatan BPJS Kesehatan Kabupaten Bekasi dan BPJS Pusat dalam bentuk kegiatan mal administrasi dan menerima suap dari PT. Alpen Food Industry dan
beberapa perusahaan lainnya guna memuluskan keinginan perusahaan.

“Karena beberapa tindakan hukum yang dilakukan oleh BPJS justru bertentangan dengan Undang-Undang dan merugikan buruh, diantaranya sudah jelas belum ada putusan dari pengadilan dan masih dalam perselisihan, namun pihak BPJS Kesehatan Kabupaten Bekasi dan BPJS Pusat mengamini keinginan perusahaan dengan mengesahkan pemutusan kepesertaan BPJS Kesehatan terhadap buruh yang justru telah melaporkan pihak perusahaan ke BPJS,” tuturnya.

Kemudian menurut Saiful ada dugaan kegiatan mal administrasi oleh Pengadilan Hubungan Industrial Bandung melalui praktik kotor dengan mafia pengadilan yang rentan dengan kasus suap.

“Contohnya dalam kasus Bahwa 45 buruh PT. Senopati Fujitrans Logistic Services (PT. SENFU) yang telah dikenai PHK sejak November 2018, ketika berusaha mencari keadilan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung dengan cara menggugat pengusaha, buruh malah dikalahkan dengan Putusan Nomor 19/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.Bdg Tanggal 22 Juni 2020, yang menyatakan
hubungan kerja buruh berakhir dengan perusahaan outsourcing, PT. Graha Indotama Taramadina (PT. GIT). Sudah jatuh ditimpa tangga, setelah diputus telah menjadi buruh outsourcing, diputus pula PHK. Padahal telah ada Nota Pemeriksaan Khusus Nomor 560/B.7429/UPTD-WIL.II/XII/2018 tertanggal 04 Desember 2018 yang menyatakan hubungan kerja buruh
beralih menjadi pekerja PT. SENFU dan diperkuat dengan Anjuran Disnaker Kabupaten Bekasi Nomor 565/4669/Disnaker, tanggal 4 September 2019 yang menganjurkan hubungan kerja buruh beralih menjadi pekerja tetap (PKWTT) dengan PT. SENFU, serta adanya Anjuran Nomor: 567/5322/Disnaker tanggal 30 September 2019 yang menganjurkan buruh tidak dikenai PHK oleh PT. GIT karena hubungan kerja buruh telah beralih menjadi pekerja PT. SENFU. Majelis Hakim dengan gegabah tidak mempertimbangkan bahwa perusahaan baru memiliki pelaporan jenis pekerjaan penunjang pada tanggal 27 November 2018, sedangkan buruh telah dipekerjakan sebagai buruh alih daya sejak 2015. Majelis Hakim yang menetapkan pesangon rata-rata Rp9 juta untuk setiap pekerja tanpa melihat hasil kerjanya, adalah bukti bahwa putusan ini dibuat secara asal-asalan saja. Bahwa kasus serupa tidak hanya menimpa buruh-buruh anggota SPBSI, namun juga menimpa anggota PTP Aksi, Buruh Trimitra dan Buruh PT. KI,” paparnya.

Terakhir, Saiful mengatakan ada dugaan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial juga telah melakukan mal-administrasi, terlibat menciptakan praktik kotor berupa mafia pengadilan.

“Beberapa kali laporan kami diabaikan dan permintaan pemantauan terhadap kasus-kasus yang kita laporkan juga diabaikan. Hal ini sangat
rentan dan potensial terjadi praktik suap dan patut diduga masuk dalam lingkaran suap dengan beberapa instansi perusahaan atau pun lembaga ketenagakerjaan,” tandasnya.

Dari pantauan Media Indonesia Raya, sebelumnya ratusan massa aksi Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) menggelar unjuk rasa di depan kantor PT. Toyota Motor Manufacturing dengan menggelar tuntutan berupa aksi orasi, meneriakkan yel-yel, pengibaran bendera dan spanduk aksi.(Win) 

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!