Foto: Istimewa
Jakarta, Media Indonesia Raya – Kabupaten Halmahera Tengah saat ini dijuluki sebagai salah satu daerah penghasil sumber daya alam nikel terbanyak di maluku utara, sehingga begitu banyak perusahaan tambang masuk dan melakukan kegiatan penambangan untuk mengelola hasil nikel tersebut. Namun parahnya beberapa perusahaan tambang, seperti PT. ASM dan FBLN diduga nakal dan lalai atas kewajibannya untuk melaksanakan kegiatan reklamasi, menjamin program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM), tanggung jawab terhadap pengelolaan anggaran CSR dan membayar tunjangan hari raya (THR) bagi karyawan buruh.
Sebagaimana PT. FBLN yang telah beroperasi hampir 10 tahun lebih, dinilai tidak mampu untuk memberikan kontribusi penting terhadap masyarakat lingkar tambang di pulau Gebe.
Iyan menyampaikan bahwa, hampir di setiap tahun aktifitas PT. FBLN, tidak terlihat program yang berdampak untuk kemanfaatan dan kemaslahatan bagi masyarakat, seperti program pendidikan, kesehatan dan pemberdayan masyarakat. Padahal kehadiran perusahaan tambang, seharusnya dapat menjadi mitra pemerintah untuk mengatasi kemiskinan, mendorong kualitas sumber daya manusia dan menjamin kesejahteraan bagi masyarakat dan juga meminimalisir dampak lingkungan.
“Terlepas dari itu, PT. FBLN malah diduga belum melakukan reklamasi atas bekas penambangannya selama ini, padahal kegiatan reklamasi adalah kewajiban perusahaan yang diperintahkan didalam UU Minerba,” tutur Iyan.
Selain itu PT. ASM juga diduga bermasalah terkait Badan Usaha dan Badan Hukumnya, dimana ada dugaan indikasi bahwa, PT. ASM telah melakukan pergantian nama, namun tidak melalui prosedur yang seharusnya diproses atau disetujui oleh lembaga atau kementerian hukum dan HAM. Padahal ketika melakukan pergantian nama suatu Perseroan Terbatas harus dilakukan dengan mekanisme pembahasan RUPS agar disepakati bersama, setelah itu diajukan ke kementerian untuk diproses.
Dengan demikian, jangan-jangan PT. ASM diduga merupakan perusahaan tambang ilegal di pulau Gebe, Halteng.
PT. ASM juga diduga dalam kurun waktu 2 tahun sebelumnya tidak membayar Tunjangan Hari Raya bagi karyawan, artinya PT. ASM diduga secara sengaja melakukan diskriminasi terhadap karyawannya sendiri.
“Oleh karena itu, kami mendesak kepada pemda Pj. Bupati dan DPRD Halmahera Tengah, perlu melakukan pembinaan dan pengawasan yang kuat tanpa kompromi dan intervensi dari pihak perusahaan atau siapapun yang mencoba untuk melakukan perlindungan,” ucap Iyan.
Kedua, Gubernur Malut dan Pj.Bupati Halteng, harus segera membentuk Tim investigasi untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap PT. FBLN dan PT. ASM terkait dugaan kelalaian atas kewajiban perusahaan sebagaimana diamanatkan dalam UU Minerba.
Ketiga, Mendesak Kepada KLHK dan Menteri ESDM agar segera mengevaluasi IUP dan WIUP PT. FBLN dan PT.ASM karena diduga tidak melaksanakan kegiatan reklamasi, kewajiban pengelolaan CSR dan PPM.
“Selain daripada itu, terkhusus bapak Pj. bupati dan DPRD Halmahera Tengah, harus berani untuk memanggil dan memeriksa PT. FBLN dan PT. ASM untuk dimintai pertanggungjawaban terkait program dan aktifitas penambangan selama ini,” tutup Iyan.(Win/Red)